-->
Subscribe

Pemotongan PPh atas Jasa Konsultan

Diposting oleh begawan5060 on Jumat, 20 November 2009

Jasa konsultan yang saya maksudkan di sini tidak termasuk jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Dipotong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23? Pertanyaan ini selalu muncul tatkala para pemotong pajak/pemberi hasil melakukan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh tenaga ahli.

Hal ini dapat dimaklumi karena selaku pemotong pajak, apabila dalam memotong pajak terlalu besar dari yang seharusnya akan menimbulkan protes dari Wajib Pajak yang dipotong. Sebaliknya, apabila dalam memotong pajak lebih kecil dari yang seharusnya, maka pemotong pajak berpotensi menanggung kesalahan tersebut, dalam arti bahwa kekurangan pemotongan tersebut dibayar sendiri oleh pemotong pajak, karena dalam kenyataannya pemotong pajak akan kesulitan menagih/memotong atas kekurangan pemotongan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan. Perdebatan antara pemotong pajak dan Wajib Pajak yang dipotong sering terjadi terutama apabila dilihat secara sekilas dipotong PPh Pasal 21 benar, dipotong PPh Pasal 23 juga benar. Perbedaan besaran pemotongan antara PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 juga memicu perdebatan antara pemotong pajak dengan Wajib Pajak yang dipotong. Semua ini bermuara karena adanya perbedaan penafsiran dan perbedaan kepentingan.

Untuk menjawab pertanyaan ini, hal mendasar yang wajib kita pahami adalah bahwa pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, karena pada hakekatnya PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 adalah pembayaran dalam tahun berjalan untuk Wajib Pajak orang pribadi. Dengan demikian pemotongan PPh Pasal 21 tidak dapat dilakukan atas penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak Badan dalam negeri.

Persoalannya sekarang mana yang harus dipotong PPh Pasal 21 dan mana yang harus dipotong PPh Pasal 23 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Berdasarkan :
1. Pasal 21 ayat (1) huruf d UU Nomor 36 Tahun 2008 beserta memori penjelasannya, disebutkan :
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh :
badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
2. Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 1 PMK-252/PMK.03/2008, dan Pasal 2 ayat (1) huruf d PER-31/PJ/2009, disebutkan :
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 meliputi :
Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar :
honorarium atau imbalan lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
3. Pasal 3 huruf c angka 1 PMK-252/PMK.03/2008 dan Pasal 3 huruf c angka 1 PER-31/PJ/2009, disebutkan :
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan :
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas sudah cukup jelas, bahwa penghasilan atas tenaga ahli dipotong PPh Pasal 21 sepanjang tenaga ahli tersebut melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
Di pihak lain, Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh, menyebutkan :
dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pada memori penjelasannya disebutkan : cukup jelas

Menurut pemahaman saya, jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, maksudnya adalah apabila bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 maka merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Memang ada sementara orang mengartikan bisa menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21, bisa juga menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 dengan maksud memilih mana yang lebih menguntungkan bagi pihak yang dipotong.
Jasa konsultan yang dimaksud Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh ini berdiri sendiri, tidak termasuk jenis ”jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21”

Dengan demikian, khusus penghasilan jasa konsultan, terdapat dua rujukan yang masing-masing berlaku sepenuhnya, yaitu Per-31 dan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh.

Atas penghasilan dari jasa konsultan yang berbentuk badan, dipotong PPh Pasal 23. Atas penghasilan dari jasa konsultan berbentuk persorangan, dipotong PPh Pasal 21 benar, dipotong PPh Pasal 23 juga tidak salah....

Bingung, khan ...?

3 komentar:

mahendra mengatakan...

kalau konsultan hukum luar negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia, bagaimana perlakuan pajaknya?
mohon pencerahan.

email: mahendra_ngurah@yahoo.com

Unknown mengatakan...

Bagaimana dengan perdiem( uang perjalanan dinas) yang dibayarkan oleh suatu badan kepada badan lainnya? dikenakan pph pasal 23?? toh pada akhirnya badan yang menerima uang perjalanan dinas itu juga akan diberikan kepada karyawannya juga, apakah saat karyawan tersebut menerima uang perjalanan tersebut maka akan dipotang pp pasal 21??
thx b4.

Heru mengatakan...

Terima kasih artikelnya, semoga bisa menjadi rujukan

Posting Komentar

Silahkan kirim komentar ya. Setiap komentarmu akan sangat berarti buat saya, agar bisa lebih baik lagi ke depannya.