-->
Subscribe

PENGGABUNGAN PENGHASILAN DAN PTKP

Diposting oleh begawan5060 on Minggu, 12 Juli 2009

Di dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) disebutkan bahwa Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, dan efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self assessment. Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan ini adalah :

a. lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak;

b. lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak;

c. lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan;

d. lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi; dan

e. lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.


Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dilakukan perubahan yang meliputi pokok-pokok sebagai berikut:

a. dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya;

b. perubahan dan penyederhanaan struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan meliputi penurunan tarif secara bertahap, terencana, pembedaan tarif, serta penyederhanaan lapisan yang dimaksudkan untuk memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi tiap-tiap golongan Wajib Pajak tersebut; dan

c. sistem self assessment tetap dipertahankan dan diperbaiki

Perubahan Undang-undang PPh ini menurut saya, memang lebih baik ketimbang yang lama, lebih jelas dan terarah pasal-pasalnya, dan terdapat kebijakan-kebijakan yang lebih mendekati keadilan tanpa kehilangan fungsi pajak itu sendiri. Namun demikian, tidak semuanya memenuhi harapan. Sebagai contoh adalah semakin maraknya pajak final dan/atau pajak bersifat final, yang pada hakekatnya menodai filosofi self assessment. Betapa tidak? Pajak final dan/atau bersifat final dengan tariff proporsional itu secara tidak langsung mematok penghasilan neto Wajib Pajak (deemed profit). Wajib Pajak memperoleh laba satu rupiah, milyar rupiah, atau bahkan mengalami kerugian, sepanjang yang dijadikan dasar pengenaan pajak sama, maka beban pajaknya akan sama.

Ada hal-hal yang menurut saya kurang pada tempatnya malahan tidak pernah mengalami perubahan, yaitu tetntang keharusan penggabungan penghasilan dalam penghitungan PPh Orang Pribadi Dalam Negeri. UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:

a. penghasilan isteri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja, dan

b. penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

Karena tarip PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri masih menggunakan tarip progresif, maka pada tingkat tertentu, penggabungan penghasilan atau tidak dilakukan penggabungan, hasil penghitungan pajaknya akan berbeda.

Di samping hal tersebut, ketentuan PTKP sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU PPh akan terlihat kurang sempurna dalam hal terdapat penghasilan anak yang belum dewasa yang harus digabungkan dengan orang tuanya. Berikut ini saya berikan contoh kasus sebagai berikut :

  1. Tn. A, kawin dengan satu anak. Isterinya berpenghasilan sebagai pegawai yang sudah dipotong pajaknya oleh pemberi kerja, sedang anaknya belum dewasa dan tidak berpenghasilan.

  2. Tn. B, kawin dengan satu anak. Isterinya berpenghasilan sebagai artis belum dipotong pajaknya, sedang anaknya belum dewasa dan tidak berpenghasilan.

  3. Tn. C, kawin dengan satu anak. Isterinya tidak berpenghasilan, sedang anaknya belum dewasa sudah berpenghasilan sebagai artis.

  4. Tn. D, kawin dengan satu anak. Isterinya berpenghasilan, anaknya belum dewasa dan tidak berpenghasilan

Keluarga Tn. A, Tn. B, Tn. C, dan Tn. D, walaupun masing-masing keluarga memperoleh penghasilan neto yang sama besar, jumlah tanggungan keluarga juga sama besar, tetapi beban pajak masing-masing keluarga tidak sama, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel :


Keterangan

Keluarga Tn. A

Keluarga Tn. B

Keluarga Tn. C

Keluarga Tn. D

1. Penghasilan Neto :




Suami (Dagang)

50.000.000

50.000.000

50.000.000

110.000.000

Isteri (Pegawai & sdh dipot. pajak)

60.000.000

Isteri (Berpenghasilan/Artis)

60.000.000

Isteri (Tidak berpenghasilan)

0

0

Anak blm dewasa (Berpenghsl/Artis)

60.000.000

Anak blm dewasa (Tdk berpenghsl)

0

0

0

Jumlah Penghasilan Neto

110.000.000

110.000.000

110.000.000

110.000.000

Jml Ph Neto untuk dasar pengenaan

50.000.000

110.000.000

110.000.000

110.000.000

2. PTKP




K/1

18.480.000

K/I/1

34.320.000

K/1

18.480.000

K/1

18.480.000

3. Penghasilan Kena Pajak

31.520.000

75.680.000

91.520.000

91.520.000

4. PPh Terutang

1.576.000

6.352.000

8.728.000

8.728.000

5. PPh isteri dipotong pemberi kerja

2.208.000

6. Jumlah PPh Terutang (4 + 5)

3.784.000

6.352.000

8.728.000

8.728.000

Kenapa demikian?

Sebagaimana sudah saya uraikan di atas, hal tersebut terjadi karena keharusan penggabungan penghasilan terdapat pengecualian, dan penentuan penghitungan PTKP yang berbeda. Terutama anak yang belum dewasa tetapi telah berpenghasilan sendiri. Di sini untuk penghitungan PTKP terjadi keragu-raguan. Apabila si anak diberikan pengurangan PTKP, apakah tepat? karena sudah tidak memenuhi ketentuan ditanggung sepenuhnya. Apabila tidak diberikan pengurangan PTKP, apakah adil? karena penghasilannya digabungkan dan dipajaki, tetapi tidak diberikan pengurangan PTKP.

Seandainya…

Dan seandainya saja :

  1. Penggabungan penghasilan tidak ada pengecualian, sehingga ada kesamaan perlakuan, dan

  2. Tambahan PTKP bukan hanya diberikan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, sehingga ditambah ketentuan : tambahan untuk seorang anak yang belum dewasa yang penghasilannya digabung dengan penghasilan orang tuanya.

Penghitungan tersebut di atas tidak akan pernah ada……

2 komentar:

Unknown mengatakan...

K/I/... berarti ada penggabungan penghasilan neto Tn.X dan Ny.X, dimana akan kurang bayar. Apabila statusnya sama2 pegawai swasta yang telah dipotong PPh di tiap perusahaan, apakah K/I/... masih berlaku?
(mengingat K/I/... berlaku hanya Istri bekerja 1 tempat dan melakukan usaha... )terima kasih.

Anonim mengatakan...

Pak, untuk contoh keluarga Tn D, kenapa PTKP-nya atas K/1 ya ?, bukannya seharusnya K/I/1 ya Pak ?

mohon pencerahannya

Terima Kasih

Posting Komentar

Silahkan kirim komentar ya. Setiap komentarmu akan sangat berarti buat saya, agar bisa lebih baik lagi ke depannya.