-->
Subscribe

Haruskah diketik/ditulis tangan?

Diposting oleh begawan5060 on Selasa, 22 Februari 2011

Laporan SPT Masa PPN untuk masa pajak Januari 2011 sudah banyak yang mulai disampaikan. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menggunakan eSPT Masa PPN, tidak menemui masalah dalam penyampaiannya, tidak demikian halnya bagi PKP yang menggunakan formulir kertas (hardcopy). Dengan maksud agar lebih bagus dan rapi serta mudah pengerjaannya, maka pengisiannya dengan cara diketik lewat computer. Tetapi justru pengisian dengan cara ini tidak diterima di beberapa KPP, dengan penjelasan harus ditulis tangan atau diketik dengan mesin ketik, bahkan ada yang mengharuskan bahwa formulirnyapun harus dari KPP, welleh..welleh…

Coba kita tengok ketentuannya (Lampiran II Per-44/PJ/2010) seperti yang saya kutip berikut ini :
Formulir Induk SPT Masa PPN 1111 beserta Lampirannya dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dan Aplikasi Pengisian SPT (e-SPT) dapat diperoleh dengan cara :
1) diambil di KPP atau KP2KP;
2) digandakan atau diperbanyak sendiri oleh PKP;
3) diunduh di laman Direktorat Jenderal Pajak, dengan alamat http://www.pajak.go.id, selanjutnya dapat dimanfaatkan/digandakan; atau
4) disediakan oleh Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (khusus e-SPT).
Dan yang ini :
Penggunaan formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk PDF mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) PKP dapat mencetak/print formulir SPT Masa PPN 1111 langsung dari file PDF yang telah disediakan, selama memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
a) Dicetak dengan menggunakan kertas folio/F4 dengan berat minimal 70 gram.
b) Pengaturan ukuran kertas pada printer menggunakan ukuran kertas (paper size) 8,5 x 13 inci (215 x 330 mm).
c) Tidak menggunakan printer dotmatrix.
Di samping pedoman tersebut, terdapat petunjuk pencetakan yang harus diikuti, yang tersimpan dalam bentuk file PDF dengan nama readme.pdf.
2) Formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk file PDF terlebih dahulu dicetak, selanjutnya PKP dapat mengisi formulir SPT Masa PPN 1111 tersebut, menandatanganinya kemudian menyampaikannya ke KPP atau KP2KP.

Bukankah berdasarkan ketentuan di atas tidak ada keharusan bahwa formulir yang boleh digunakan hanya dari KPP? Apakah KPP yang mengharuskan tersebut belum pernah membaca ketentuan ini? Ataukah diberi wewenang membuat kebijakan sendiri?

Kemudian ketentuan berikutnya :
PKP dapat mengisi SPT Masa PPN 1111 dan Lampirannya dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dengan cara :
1) ditulis tangan dengan menggunakan huruf balok (bukan huruf sambung); atau
2) diketik dengan menggunakan mesin ketik.

Pengisian data pada SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) juga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Pengisian data pada Induk dan Lampiran SPT Masa PPN tidak boleh melebihi baris dan/atau kolom yang telah disediakan dan harus dituliskan dalam satu baris.

Penyimpanan data di DJP tidak lagi di-entry satu-persatu oleh petugas pajak, melainkan dengan menggunakan scanner dan scanner ini bisa dibilang pintar sekaligus bodoh. Hanya data yang terletak persis pada tempatnya saja yang bisa “dilihat” oleh scanner. Itulah kenapa cara membuat/menggandakan formulir SPT Masa PPN harus memenuhi ketentuan yang digariskan. Ukuran, format, layout, letak kotak, lebar kolom, lebar baris dan sebagainya harus sama persis dengan format yang ditentukan oleh DJP.
Apabila semua ketentuan tentang formulir ini sudah dipenuhi, bukankah sudah tidak dipermasalahkan lagi apakah ditulis tangan, diketik dengan mesin ketik atau diketik dengan komputer? Misalnya kita unduh SPT Masa PPN format Pdf dari laman DJP, kita ketik pakai komputer dengan menggunakan “pdf editor” terus kita cetak sesuai petunjuknya, apakah melanggar ketentuan? Apakah negara dirugikan?
Yang jelas, ketentuannya hanya menyebutkan “dapat mengisi” bukan “harus mengisi"
Dan saya hanya dapat menyarankan selamat belajar menulis lagi atau beli mesin ketik...

6 komentar:

Awan mengatakan...

Pak Gunawan, lebih parah lagi, Blangko/formulir PPN 1111 dan DM yang disediakan oleh KPP bahkan ukurannya tidak sama (jauh lebih kecil) dengan form PDF dari dirjen pajak dan berbeda pula dengan form hasil cetak e-SPT PPN 1111. Apa itu nanti tidak menjadi gagal saat discanning oleh DJP.....

begawan5060 mengatakan...

Itu dia rekan, terkadang lebih panjang...
Kesalahan itu kelihatannya pada percetakannya. Apabila dalam memesan barang cetakan tersebut contohnya diberikan dalam bentuk softcopy, maka hasilnya/produknya dari percetakan rata-rata tidak sama. Harusnya si pemesan ini tahu betul bahwa formulir tsb harus sama persis dengan ketentuan karena sebagai sarana scanning, dengan demikian seharusnya komplain ke percetakan..

Anonim mengatakan...

Pa kalau menurut saya yang PPN 1111 lebih merepotkan dibanding PPN 1107 lebih memudahkan WP, karena dengan Tulis tangan atau ketik menjadi suatu kemunduran bukannya lebih canggih ke elektronik,,,apakah DJP tidak memperhatikan itu ya pa?..
kenapa sistemnya tidak mengikuti 1107...hufff repott dah

begawan5060 mengatakan...

Rekan Anonim...
Menurut Per-44, pengisian SPT formulir kertas (hardcopy) dapat ditulis tangan atau diketik dengan menggunakan mesin ketik, kata "dapat" bukan merupakan suatu keharusan.. Hal ini bergantung pada kearifan petugas KPP dalam memahaminya. Kalo dilihat latar belakang dan substansinya, maksudnya sebenarnya bahwa SPT hardcopy tersebut dapat "dibaca" oleh scanner..

Anonim mengatakan...

Saya sangat senang dan berterima kasih karena awal 2011 mendapat kiriman formal excel SPM PPN 1111 karya Bapak, tapi alangkah kecewanya ternyata di KPP tempat kami melapor, form tsb ditolak dengan berbagai alasan, di antaranya :
1. tidak ada logo airnya,
2. ukuran berbeda, padahal form tsb diprint di kertas F4 dengan berat 70gr.
3. harus diketik dengan mesin ketik atau ditulis tangan....(koq malah mundur ya, kalo bisa pake komputer bukannya lebih rapi dan cepat sehingga memudahkan WP dalam pelaporan)

Ternyata prinsip "kalo bisa dipersulit kenapa harus dipermudah" masih berlaku di beberapa KPP....:(

Anonim mengatakan...

itulah, kadang aturan yang berlaku yang dijadikan petunjuk oleh KPP dan WP tidak sepenuhnya dijadikan landasan oleh KPP karena apa ?
1. Petugasnya karena load kerjanya banyak jadi tidak sempat mengeksplor lagi ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Karena dia manusia ( hehehe, kalau malaikat mungkin nggak salah ).
3. Paradigma yang lama, bahwa Fiskus selaku otoritas yang menjalankan fungsi dari perpajakan tsb lebih mengetahui dari WP ( Paradigma otoriter..... mudah - mudahan sedikit demi sedikit prilaku tsb hilang dari fiskus ... Amin )

Posting Komentar

Silahkan kirim komentar ya. Setiap komentarmu akan sangat berarti buat saya, agar bisa lebih baik lagi ke depannya.