-->
Subscribe

WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Jilid 3)

Diposting oleh begawan5060 on Rabu, 21 Juli 2010

Lengkap sudah peraturan pelaksanaan tentang Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2010 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-77/PJ/2010.

Pengertian
Marilah kita mencoba memahami apa yang dimaksud dengan WP OPPT secara kronologis berdasarkan ketentuan yang berlaku :
1. Berdasarkan Pasal 25 ayat (7) UU PPh :Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha
Batasan ini menurut saya terlalu luas, karena dapat diartikan semua Wajib Pajak orang pribadi termasuk dalam pengertian WP OPPT, kecuali yang tidak memiliki tempat usaha.
2. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor : 255/PMK.03/2008 :
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai usaha lebih dari 1 (satu), atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
Batasan ini ”lebih sempit” dengan UU PPh, yaitu hanya Wajib Pajak Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan, tetapi ”melenceng” dari peraturan di atasnya, yaitu dalam hal jumlah tempat usaha.
3. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor : 208/PMK.03/2009 :
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Batasan ini sebagai sarana untuk ”membetulkan” kekeliruan mengenai jumlah tempat usaha.
4. Berdasarkan Perdirjen Nomor : PER - 32/PJ/2010 :
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Sedangkan Pedagang Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha
Batasan ini nampaknya dikembalikan sebagaimana amanat UU PPh, namun memang masih “dipersempit sedikit”

Menurut UU PPh, dapat diartikan bahwa semua Wajib Pajak orang pribadi termasuk dalam pengertian WP OPPT.
Menurut PER - 32/PJ/2010, dapat diartikan bahwa semua Wajib Pajak orang pribadi termasuk dalam pengertian WP OPPT, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha industri dan Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan.

Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk WP OPPT, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Dan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 ini merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

Permasalahan
Meskipun ketentuan pelaksanaan sudah komplit, tetapi terdapat hal-hal yang masih dipertanyakan dan dapat menimbulkan penafsiran yang beragam, yaitu dalam hal :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sekaligus memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, dengan kata lain sebagai pengusaha sekaligus sebagai pegawai suatu instansi/lembaga. Apakah termasuk dalam pengertian WP OPPT?
2. Usaha restoran, apakah termasuk pedagang pengecer atau penyerahan jasa atau produsen? Hal ini penting harus diketahui dalam rangka memastikan apakah termasuk pengertian WP OPPT atau tidak.
3. WP OPPT melakukan penyerahan barang ke Bendaharawan Pemerintah. Bagaimana pemotongannya? Berapa seharusnya besarnya angsuran PPh Pasal 25?
Contoh :
WP OPPT pedagang pengecer dalam masa Agustus 2010 menjual barang dengan perincian :
Penjualan ke Bendaharawan Pemerintah = Rp. 100.000.000,00
Penjualan lainnya = Rp. 200.000.000,00
Jumlah seluruh penjualan = Rp. 300.000.000,00
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar : 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00. Apabila demikian berarti jumlah yang harus dibayar = Rp. 2.250.000,00 + (1,5% X Rp. 100.000.000,00) = Rp. 3.750.000,00
Padahal jumlah yang harus dibayar semestinya = 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00
Atau,
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar : 0,75% X Rp. 200.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00. Apabila demikian berarti jumlah yang harus dibayar = Rp. 1.500.000,00 + (1,5% X Rp. 100.000.000,00) = Rp. 3.000.000,00
Padahal jumlah yang harus dibayar semestinya = 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00
Atau,
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar : 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00. Telah dibayar melalui pemotongan oleh Bendaharawan = 1,5% X Rp. 100.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 yang masih harus dibayar sendiri = Rp. 2.250.000,00 - Rp. 1.500.000,00 = Rp. 750.000,00
4. WP OPPT melakukan penyerahan jasa ke Pemotong Pajak. Bagaimana pemotongannya? Berapa seharusnya besarnya angsuran PPh Pasal 25?
Contoh :
WP OPPT pengusaha jasa dalam masa Agustus 2010 menjual jasa dengan perincian :
Penjualan ke Pemotong Pajak = Rp. 100.000.000,00
Penjualan lainnya = Rp. 200.000.000,00
Jumlah seluruh penjualan = Rp. 300.000.000,00
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar : 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00. Apabila demikian berarti jumlah yang harus dibayar = Rp. 2.250.000,00 + (50% X Rp. 100.000.000,00 X 5%) = Rp. 4.750.000,00
Padahal jumlah yang harus dibayar semestinya = 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00
Atau,
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar : 0,75% X Rp. 200.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00. Apabila demikian berarti jumlah yang harus dibayar = Rp. 1.500.000,00 + (50% X Rp. 100.000.000,00 X 5%) = Rp. 4.000.000,00
Padahal jumlah yang harus dibayar semestinya = 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00
Atau,
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar : 0,75% X Rp. 300.000.000,00 = Rp. 2.250.000,00. Telah dibayar melalui pemotongan = (50% X Rp. 100.000.000,00 X 5%) = Rp. 2.500.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 yang lebih dibayar = Rp. 2.250.000,00 - Rp. 2.500.000,00 = (Rp. 250.000,00)

Truus gimana?

15 komentar:

Anonim mengatakan...

Makasih banyak pak, atas pengertian OPPT nya.Sangat membantu sy.
Kalau kasus saya,orang pribadi toko furniture,alamat usaha beda dengan alamat rumah, harusnya masuk OPPT ya pak? Tp dari tahun2 lalu sampai dengan skrg, pph 25 nya memakai dasar perhitungan angusuran pajak yg didasarkan pada perhitungan SPT tahunan 1770 dibagi 12. Itu gimana ya pak. Makasih atas jawabannya.
FILI

begawan5060 mengatakan...

Aturan tsb sebenarnya sudah berlaku sejak 1-1-2009. Tetapi baru akan "digalakkan" setelah terbitnya Perdirjen beserta SE-nya sebagaimana saya tulis di atas...

Anonim mengatakan...

Pak, untuk profesi NOTARIS / PPAT apakah juga termasuk WP OPPT ? Mohon penjelasan.
Terima kasih

begawan5060 mengatakan...

Notaris adalah mmbrikan pelayanan berupa jasa. Apabila notaris tersebut mrupakan usaha perseorangan, sudah barang tentu termasuk WP OPPT

Anonim mengatakan...

Pak, setelah mempelajari PER 32 tsb, saya simpulkan akan terjadi potensi LEBIH BAYAR. Terutama untuk WP yang NORMA nya kecil dan PTKP besar, karena sesuai SPT tahunan, Omzet dikalikan NORMA masih dikurangi PTKP lagi. Bukankah PER 32 justru akan kontra produktif, mengingat DJP akan disibukkan dengan pemeriksaan thd WP yang lebih bayar ?

begawan5060 mengatakan...

Yaaah begitulah....
Jadi menimbulkan "prasangka" biarkan APBN aman dulu, meskipun kemudian rstitusi...

Anonim mengatakan...

kalo dagang bakmi itu termasuk WP OPPT gak ?
peraturan ini berlaku 12 juli 2010...kalo PPh pasal 25 bulan sebelumnya sudah berdasarkan peraturan yang lama....apakah bulan juli ini langsung dibayar berdasarkan peraturan baru ini?

begawan5060 mengatakan...

Sebagaimana saya tulis di atas bahwa :
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Sedangkan Pedagang Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha

Persoalannya, untuk usaha restoran atau warung makan belum jelas termasuk yang mana?
Apakah pedagang eceran, bisa benar .. bisa juga salah
Apakah pengusaha jasa, bisa benar.. bisa salah
Apakah usaha industri/pengolahan, bisa benar.. bisa salah
Jadi belum dapat memastikan apakah termasuk WP OPPT atau bukan..

Anonim mengatakan...

berarti kesimpulannya semua OP merupakan OPPT selain Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha industri dan Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan.
ko AR didaerah pada belum tahu ya???
apakah di DJP nya Kurang koordinasi? kalo gini WP nya yang jadi tumbal...

Bien mengatakan...

Mohon sharingnya, Pak Gun....

Bagaimana dengan Pedagang Eceran yg berjualan dengan cara berkeliling mengunjungi dari konsumen ke konsumen lainnya tanpa mempunyai gerai/toko, rumah hanya dipakai untuk simpan stok saja apa dikategorikan WP OPPT sesuai PER-32/PJ/2010?

begawan5060 mengatakan...

Sepanjang kita bisa membuktikan bahwa penghasilan kita bukan karena melalui temoat usaha, menurut saya tidak termasuk dalam pengertian WP OPPT. Pengertian WP OPPT menurut Per-32 biarkan sesuai aslinya. Apabila tidak persis seperti batasan Per-31 kita bisa "ngeyel" bukan WP OPPT

Anonim mengatakan...

Yaaah begitulah....
Jadi menimbulkan "prasangka" biarkan APBN aman dulu, meskipun kemudian rstitusi...


Jadi sebagai Wajib Pajak apa yang harus saya lakukan, jika membayar sesuai ketentuan 0,75% maka dipastikan akan lebih bayar. Apa semudah itu minta retritusi? ( Retritusi = minta uang kembali ? ) Pemeriksaannya gimana? jelas2 akan mempersulit WP yang waktunya sangat terbatas.
Atau saya tetap bayar sesuai perhitungan pembagi 12 bulan saja?
Thx

Anonim mengatakan...

Sebenarnya sy sdh mencoba ngeyel dengan PER sebelumnya tetapi apa daya wewenang AR menentukan 'vonis' tanpa mencoba mempelajari dulu kronologis aturan WP OPPT sejak kali pertama dikeluarkan, AR mencerna PER-32 ini secara instant Pak...

Ok, Pak Gun trmksh sharingnya

Bien.

Anonim mengatakan...

Mohon pencerahan mengenai masalah "WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Jilid 3)"

Bagaimana korelasi antara PPH psl 25 yang baru ini (0.75% dari penghasilan bruto sebagai kredit pajak bulanan) dengan SPT tahunan yang dihitung berdasarkan norma,..
juga bagaimana masalah koreksinya untuk PPH psal 25 yang telah terlanjur dihitung berdasarkan perhitungan angusuran pajak yg didasarkan pada perhitungan SPT tahunan 1770 (tahun sebelumnya) dibagi 12.

mengingat tahun2 lalu sampai dengan skrg, pph 25 nya dihitung memakai dasar perhitungan angusuran pajak yg didasarkan pada perhitungan SPT tahunan 1770 (tahun sebelumnya) dibagi 12.

Tks
Anonim saja

Anonim mengatakan...

untuk menghindari Lebih Bayar, bisakah kita hanya mengkreditkan sebagian dari PPh Pasal 25 yang kita bayar?

Posting Komentar

Silahkan kirim komentar ya. Setiap komentarmu akan sangat berarti buat saya, agar bisa lebih baik lagi ke depannya.