-->
Subscribe

Faktur Pajak (FP)

Diposting oleh begawan5060 on Jumat, 18 Desember 2009

Dengan ditetapkannya UU Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku 01 April 2010, maka terdapat perubahan ketentuan yang mengatur tentang tata cara penerbitan FP.
Meskipun ketentuan lebih lanjut atau petunjuk pelaksanaannya belum terbit, ada baiknya kita pahami perubahan-perubahan tersebut dengan maksud agar dapat dijadikan sebagai ”bahan persiapan” bagi para Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam menerbitkan FP setelah Undang-undang ini berlaku.


1. Bentuk FP
Bentuk FP diatur di dalam batang tubuh UU, hampir tidak ada perubahan. Perubahan yang ada, yaitu jabatan yang berhak menandatangani FP, ditiadakan.
2. Saat pembuatan FP
Dalam ketentuan lama, saat pembuatan FP diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Didalam ketentuan baru, diatur dalam batang tubuh UU. Terdapat perubahan yang sangat subtansial, bahwa tidak ada ketentuan paling lambat, melainkan harus dibuat, yaitu :
a.FP harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
b. FP harus dibuat pada saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
3. FP Gabungan
Ketentuan yang mengatur tentang FP Gabungan tetap ada, terdapat perubahan dalam hal saat pembuatan, yaitu bahwa FP Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.
4. FP Sederhana
Ketentuan mengenai FP Sederhana, dihapuskan. Dengan demikian tidak ada lagi FP Sederhana.
5. Tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak dalam ketentuan lama diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dalam ketentuan baru diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Untuk lebih memudahkan letak perubahannya saya mencoba membuat persandingan ketentuan FP antara yang lama dan yang baru yang dapat dilihat di sini...

Dari berbagai perubahan tersebut di atas, paling utama yang harus kita ingat yaitu tidak ada lagi penerbitan FP yang ”bergeser” ke akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) / Jasa Kena Pajak (JKP). Di samping itu juga tidak diperkenankan lagi menerbitkan FP Sederhana.
Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana halnya apabila pembeli/penerima BKP/JKP yang tidak memiliki NPWP? Atau bagaimana halnya penerbitan FP oleh PKP Pedagang Eceran?

Mungkin hal ini akan terbit petunjuk teknis pelaksanaannya, namun sebelum hal itu ada, saya mencoba mengurai menurut pemahaman saya.
Di dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP) terdapat juga perubahan-perubahan ketentuan yang berkaitan dengan FP. Perubahan tersebut terdapat pada Pasal 14 ayat (1) huruf e, yang intinya adalah bahwa :
a. PKP yang menerbitkan FP tanpa menuliskan nama, alamat, dan NPWP pembeli/penerima BKP/JKP; atau
b. PKP Pedagang Eceran yang menerbitkan FP tanpa menuliskan nama, alamat, dan NPWP pembeli/penerima BKP/JKP, serta tidak mencantumkan nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani FP;
tidak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Dengan demikian PKP masih dapat menerbitkan FP “tidak lengkap” apabila pembeli/penerima BKP/JKP belum memiliki NPWP, dan PKP Pedagang Eceran yang menerbitkan FP “Sederhana” kepada konsumen akhir. Sudah barang tentu FP “tidak lengkap” atau FP “Sederhana” ini tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Dalam ketentuan lama tentang FP Sederhana tidak ada keharusan untuk mencantumkan kode dan nomor seri FP, serta FP Sederhana lembar kedua dapat berupa rekaman FP Sederhana dalam bentuk media elektronik yaitu sarana penyimpanan data, antara lain : diskette, Digital Data Storage (DDS) atau Digital Audio Tape (DAT) dan Compact Disc (CD). Dalam ketentuan baru tidak ada lagi FP Sederhana, yang ada FP yang dapat diisi “tidak lengkap”.

Bagi PKP Pedagang Eceran masih saja terdapat kendala-kendala, meskipun dapat menerbitkan FP yang diisi “tidak lengkap” masih terdapat keharusan mencantumkan kode dan nomor seri FP. Bagaimana seandainya terdapat kesalahan penomoran, pembatalan transaksi, bagaimana pula membuat FP atau FP Pengganti? Dan semua itu harus dilakukan oleh PKP Pedagang Eceran....., akan mampukah?

Ada perlakukan khusus? Mudah-mudahan.....

12 komentar:

Anonim mengatakan...

Pak,
Numpang kasih comment.
Sehubungan dengan saat pembuatan faktur pajak ada dua masalah nih:
1. Untuk penyerahan Des 2009 menjadi rancu apakah pakai UU baru UU lama. Kalo UU lama boleh buka s.d 31 Jan 2010 sedangkan UU baru tidak boleh.
2. PER 159/2006 mengatakan "paling lambat" bearti faktur pajak boleh dibuat selum tanggal penyerahan atau sebelum tanggal pembayaran. UU baru tidak ada kata "paling lambat", bearti faktur pajak yang dibuat duluan adalah cacat??
Dalam praktiknya untuk kasus penagihan panjar sering harus dibuatkan faktur pajak duluan beserta invoice dan kuitansi baru lah si pelanggan mau menmbayar.

Bagaimana pendapat Bapak?

Terima kasih.

begawan5060 mengatakan...

1. Tidak perlu rancu, karena UU PPN (baru) berlaku mulai 01-04-2010
2. "Paling lambat" menurut PER-159, dimaksudkan dalam rentang waktu saat terjadi utang PPN sd. saat penerbitan FP. Sehingga menerbitkan FP sebelum terjadi utang PPN menurut ketentuan lamapun tidak dibenarkan.
3. Pemberian uang panjar/uang muka sudah terjadi utang PPN, berdasarkan PER-159 sudah harus diterbitkan FP

Anonim mengatakan...

Pak, numpang lewat lagi.
1. Terima kasih atas informasinya bahwa UU PPN baru mulai berlaku 01 Apr 2010. Saya belum baca lengkap, cuma teringat bahwa normalnya UU pajak itu berlaku mulai awal tahun. He He. Oleh karena berlaku sejak 01 April 2010, bukan kah penyerahan masa Maret 2010 juga menjadi rancu pakai yang UU yang mana?
2. Menerbitkan FP sebelum saat terutangnya tidak dibenarkan ya? Jalan keluarnya jadi bagaimana nih, pada saat kami mau menagih panjar, invoice dan kuitansi sudah harus dilengkapi dgn FP.

Mohon masukannya. Terima kasih.

begawan5060 mengatakan...

1. Logisnya apapun akibatnya, penyerahan BKP/JKP masih merujuk ketentuan lama, maksudnya ada penyerahan BKP/JKP pada masa Maret yng FP-nya dapat diterbitkan paling lambat 30 April. Atau mungkin ada kebijakan khusus masa peralihan 'kali ya?
2. Kalo kasusnya menagih uang muka/panjar, saat itu pula timbul utang PPN, jadi justru sudah menerbitkan FP

Anonim mengatakan...

Trima kasih Pak atas pencerahannya. Mengenai kasus ke-2 bearti menurut Bapak PPN sudah terutang kalau ada penagihan panjar, walaupun belum ada uang masuk maupun penyerahan BKP/JKP?

Mohon dibantu.

Terima kasih.

begawan5060 mengatakan...

Itulah kenyataannya dalam dunia bisnis. Apabila sudah terbit tagihan dan menerbitkan FP, dibayar atau belum sudah terutang PPN. Dengan demikian harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Dengan kata lain kita terpaksa harus nalangi dulu...

Anonim mengatakan...

Mohon Pencerahan pak..
Perusahaan kami bergerak di bidang persewaan alat berdasarkan kontrak, dimana hak pengunaan alat dipegang oleh penyewa, misal ada beberapa lokasi kerja itu semua di tentukan oleh penyewa, dan biasanya kami melakukan penagihan setelah satu bulan sejak pekerjaan (berdasarkan aturan lama) sedangkan untuk aturan baru kan hal tersebut tidak diperbolehkan, yang menjadi bingungnya, untuk proses penagihan sampai dengan faktur pajak itukan biasanya ada proses mulai persetujuan hasil pekerjaan, PO, sampai invoice dan faktur pajak, Apakah kita membuat faktur pajak tsb harus mengaju pada Pasal yang kaku tersebut "saat pnyerahan BKP dan atau JKP? dengan meniadakan proses administrasi yang menunjang faktur pajak tersebut?
Terima Kasih Pak atas penjelasannya

begawan5060 mengatakan...

Aturan baru yg anda maksudkan UU PPN baru, khan? Sampai hari kelihatannya seperti itu. Kemungkinan ada kebijakan lanjutan tetapi sekarang belum ada aturan pelaksanaanny..

Anonim mengatakan...

Pak, masih mengenai faktur pajak yang diterbitkan pada saat penagihan. Menalangi PPN-nya dulu sih tidak masalah. Takutnya didenda 2% x DPP karena menerbitkan faktur pajak bukan pada saat pembayaran juga bukan pada saat penyerahan.

Mohon ditanggapi.

Terima kasih.

begawan5060 mengatakan...

Yg saya maksud menalangi PPN, adalah dalam kasus telah timbul utang PPN.
Kalo pembayaran diterima, blm terjadi penyerahan BKP/JKP timbul utang PPN, tidak menalangi PPN karena sudah dibayar.
Telah terjadi penyerahan BKP/JKP tetapi belum dibayar. Ditagih dan diterbitkan FP, dibayar atau belum untang PPN harus dibayar, ini harus menalangi.
Lain halnya dalam kasus penagihan uang muka, blm terjadi pembayaran/blm terjadi penyerahan BKP/JKP. Prosedurnya adalah kirimkan invoice tanpa FP, setelah dibayar baru terbitkan FP yg tgl-nya sesuai tgl pembayaran

Anonim mengatakan...

Pak sekali lagi mengenai masalah penerbitan faktur pajak pada saat penagihan panjar. Usulan Bapak mengenai terbitkan invoice dulu, faktur pajak menyusul sudah kami sampaikan kepada pelanggan tetapi banyak yang tidak mau karena merepotkan administrasi mereka. Menurut Bapak apakah pemeriksa akan mengenakan denda 2% x DPP bila ditemukan faktur pajak seperti itu?
Mohon tanggapannya.
Terima kasih.

begawan5060 mengatakan...

Wah ya repot... Di satu pihak kalo kita kekeh, pelanggan lari. Di pihak lain kalau kemauan mereka kita turuti, kita yg ribet.
Satu-satunya jalan keluar hanyalah adalah sesuai kemauan mereka, dengan catatan, walaupun tagihan panjar tsb blm dibayar, seolah-olah kita sudah terima pembayaran. Dengan demikian kita tidak menyalahi ketentuan, dan apa boleh buat kita juga menalangi PPN-nya...

Posting Komentar

Silahkan kirim komentar ya. Setiap komentarmu akan sangat berarti buat saya, agar bisa lebih baik lagi ke depannya.